Referensinews.id – Program replanting kelapa sawit yang digagas pemerintah dengan anggaran sebesar 25 juta rupiah per hektar telah diberlakukan di Kabupaten Musi Rawas. Namun, program yang bertujuan untuk memperbarui kebun kelapa sawit yang sudah tidak produktif ini menuai protes dari sejumlah pihak. Pasalnya, bantuan replanting ini hanya dapat dinikmati oleh petani dengan kebun minimal 4 hektar, tanpa adanya klasifikasi yang jelas mengenai status sosial atau ekonomi petani yang bersangkutan. Setiap petani yang memenuhi syarat tersebut akan memperoleh dana replanting sebesar 100 juta rupiah.
Kepala Dinas Perkebunan Musi Rawas, Ir. Subardi, menjelaskan bahwa replanting adalah program peremajaan kebun sawit yang tidak lagi berproduksi, baik karena tanaman sawit yang sudah tua maupun karena salah bibit. “Replanting adalah program untuk membuka kembali lahan sawit yang sudah tidak produktif karena umur tanaman yang sudah lanjut. Sayangnya, banyak petani yang tidak mampu melakukan replanting karena biaya yang sangat besar,” ungkapnya.
Proses untuk memperoleh bantuan replanting ini terbilang mudah, yakni hanya memerlukan KTP, surat tanah, dan keanggotaan dalam kelompok tani yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD). Dana yang diterima petani akan dicairkan langsung ke rekening pribadi setelah disetujui oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS).
Subardi menambahkan, pihaknya terus mendorong para petani sawit di Musirawas untuk mengajukan program replanting, dengan alasan bahwa petani yang tidak ikut serta akan merugi. “Rugi kalau tidak ikut replanting,” ujarnya.
Namun, meski program ini telah terealisasi di Musirawas sejak 2019 dengan luas 614 hektar, kendala lapangan tetap ada. Salah satunya, banyak petani yang sertifikat tanahnya masih ada di bank sehingga tidak bisa mengikuti program replanting. Untuk petani yang memiliki lahan luas, pihaknya mengaku bisa mengakalinya dengan surat hibah yang dinotariskan.
Dari data yang dilansir Dinas Perkebunan Musirawas, berikut adalah petani yang telah menerima bantuan replanting:
KUD Sari Subur, Desa Tegal Sari, Kecamatan Megang Sakti, luas 285,0089 hektar, dengan 157 pekebun (Eks plasma PT. Lonsum).
KUD Karya Lestari, Desa Karya Mulya, Kecamatan Megang Sakti, luas 112,8716 hektar, dengan 40 pekebun (Eks plasma PT. Lonsum).
KSU Al-Fa’iz Mandiri, Desa Marga Sakti, Kecamatan Muara Kelingi, luas 153,9022 hektar, dengan 58 pekebun (Plasma PT. Djuanda Sawit Lestari).
KUD Sumber Makmur, Desa Kota Baru, Kecamatan BTS Ulu, luas 64,5227 hektar, dengan 24 pekebun (Sawit Rakyat).
Namun, program ini tidak lepas dari kritik tajam. Febri HR, seorang aktivis masyarakat, menyebutkan bahwa program replanting ini sangat diskriminatif terhadap petani sawit di Musi Rawas. “Ini adalah bentuk kedzaliman dari Dinas Perkebunan Musi Rawas,” kecamnya.
Menurut Febri, kebijakan ini lebih menguntungkan petani kaya yang memiliki lahan luas serta pejabat-pejabat yang juga terlibat dalam perkebunan sawit, sementara petani kecil yang memiliki lahan terbatas menjadi terabaikan. Dia menambahkan, dengan adanya celah dalam pengurusan sertifikat tanah dan sistem pencairan dana melalui KUD yang langsung masuk ke rekening petani, bisa saja muncul potensi pemotongan dana atau fee administrasi yang merugikan petani.
Lebih lanjut, Febri menyatakan bahwa seharusnya Dinas Perkebunan Musi Rawas lebih memprioritaskan petani swadaya, yang memiliki kebun kelapa sawit milik pribadi dan menjual hasilnya secara bebas tanpa terikat pada perusahaan besar. “Kebijakan ini harus mempertimbangkan dampak sosial bagi masyarakat, jangan sampai program replanting hanya menguntungkan petani tertentu dan petani kaya saja. Masih banyak masyarakat di Musirawas yang miskin dan memiliki kebun sawit kecil, sekitar 1 hingga 3 hektar. Dengan ketentuan lahan 4 hektar, mereka bisa jadi tidak akan pernah mendapatkan bantuan,” katanya dengan tegas.
Program replanting di Musirawas, meskipun diharapkan dapat meningkatkan produksi kelapa sawit dan kesejahteraan petani, kini terperangkap dalam kontroversi terkait ketidakmerataan distribusi bantuan yang berdampak langsung pada keadilan sosial di kalangan petani lokal.
Tidak ada komentar