Referensinews.id – Musi Rawas | Lebih dari Rp49,6 miliar telah digelontorkan pemerintah untuk membangun sembilan Puskesmas baru di Kabupaten Musi Rawas. Gedung-gedungnya kini berdiri megah, namun pertanyaan mendasarnya adalah: apa dampaknya terhadap kesehatan masyarakat?
Hasil penelusuran di beberapa Puskesmas seperti Selangit, Jayaloka, dan Muara Kati menunjukkan bahwa gedung baru tidak otomatis menjamin layanan kesehatan membaik. Beberapa masalah yang terungkap di lapangan:
Dokter umum hanya tersedia satu orang per Puskesmas, bahkan di beberapa lokasi dokter tidak hadir setiap hari.
Layanan rawat inap terbatas karena tidak ada tenaga perawat shift malam.
Petugas laboratorium dan farmasi belum lengkap—beberapa obat hanya tersedia di jam tertentu.
Keluhan warga tentang waktu tunggu lama dan pelayanan administrasi yang rumit.
Warga di Kecamatan Selangit mengeluh, “Gedung bagus, tapi kalau malam darurat, tetap harus ke rumah sakit di Lubuklinggau. Di sini sepi.“
Meskipun bangunan sudah sesuai standar teknis, beberapa ruang layanan justru tidak digunakan karena tidak ada alat kesehatan yang memadai. Di salah satu Puskesmas, ruang UGD hanya berisi tempat tidur kosong tanpa defibrillator, suction, atau tabung oksigen aktif.
Ada juga ruang laboratorium yang belum memiliki alat pemeriksaan hematologi atau kimia darah, padahal dalam dokumen perencanaan disebutkan sebagai layanan prioritas.
Padahal Puskesmas semestinya menjadi garda terdepan pelayanan primer, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar kasus darurat atau komplikasi tetap harus dirujuk ke RSUD.
Hal ini membebani rumah sakit rujukan, sekaligus menunjukkan bahwa Puskesmas gagal menjadi filter awal yang efektif.
Saat dikonfirmasi, seorang pejabat di Dinkes Musi Rawas menyatakan, “Memang betul SDM dan alkes masih proses. Tapi kami terus usulkan anggaran tambahan.“
Namun hingga kini, belum ada dokumen rencana strategis (renstra) yang menyelaraskan pembangunan fisik dengan penguatan SDM dan operasional. Hal ini menunjukkan perencanaan proyek terkesan tambal sulam dan tidak terintegrasi.
DPRD setempat juga terlihat pasif. Dalam rapat terakhir, tak ada agenda khusus membahas evaluasi Puskesmas pasca-pembangunan. Padahal mereka adalah lembaga kontrol anggaran dan kebijakan.
Jika pemerintah hanya mengejar output berupa gedung, tanpa outcome berupa layanan yang berkualitas, maka proyek ini gagal mencapai tujuannya. Masyarakat butuh lebih dari sekadar tembok baru. Mereka butuh dokter yang siap siaga, obat yang tersedia, dan sistem pelayanan yang manusiawi.
Audit menyeluruh dampak layanan pasca-pembangunan oleh BPK dan Kemenkes.
Evaluasi kinerja Dinkes dan penyusunan peta kebutuhan SDM serta alkes berbasis data.
DPRD membentuk panitia khusus untuk mengawasi proyek kesehatan secara lebih tajam.
Tidak ada komentar