Referensinews.id – Kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Lubuklinggau kembali menjadi sorotan tajam. Visi dan misi Walikota Lubuklinggau untuk mewujudkan kota yang metropolis dan madani serta membangun tata kelola pemerintahan yang baik, dinilai masih jauh panggang dari api. Modus klasik penggerogotan keuangan daerah melalui kegiatan perjalanan dinas (perjadin) kembali mencuat. Senin (23/9).
Dugaan praktik ketidakpatuhan, kecurangan hingga manipulasi anggaran masih mengakar di sebagian oknum pengelola anggaran. Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahun Anggaran 2018, Pemerintah Kota Lubuklinggau tercatat menganggarkan belanja perjalanan dinas lebih dari Rp50 miliar, dengan tingkat realisasi mencapai 98,05%.
Fakta lebih mencengangkan, hampir Rp300 juta dari belanja perjalanan dinas luar daerah dibayarkan kepada pejabat dan pegawai. Namun, pertanggungjawaban kegiatan itu kerap tidak sesuai ketentuan. Padahal, setiap perjalanan dinas mewajibkan bukti pengeluaran seperti tiket pesawat, boarding pass, kuitansi penginapan, dan laporan hasil kegiatan.
Investigasi mendapati bahwa di dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD)—yakni Sekretariat DPRD dan Sekretariat Daerah (Setda)—pertanggungjawaban atas belanja perjadin sebesar hampir Rp300 juta tidak memenuhi standar, bahkan berpotensi merugikan keuangan negara/daerah. Meski temuan tersebut telah dikembalikan ke kas daerah, indikasi penyimpangan tak bisa diabaikan.
Di Sekretariat DPRD saja, LRA mencatat anggaran perjalanan dinas luar daerah lebih dari Rp24 miliar dengan kelebihan pembayaran mencapai Rp221 juta. Modus manipulasi berkisar dari mark-up hingga laporan fiktif. Misalnya, biaya hotel yang dipertanggungjawabkan melebihi tarif sebenarnya, atau satu kamar digunakan dua orang namun dilaporkan sebagai dua kamar terpisah.
Sementara itu, di Sekretariat Daerah, anggaran perjalanan dinas luar daerah yang menembus Rp5 miliar menyisakan temuan kelebihan pembayaran lebih dari Rp44 juta. Salah satu modusnya adalah klaim ganda untuk pembelian bahan bakar—pegawai yang menggunakan mobil dinas tetap mengklaim biaya BBM, meski telah mendapat jatah rutin dari Bagian Umum Setda.
Temuan ini memperkuat dugaan bahwa praktik menguras uang rakyat melalui kegiatan perjalanan dinas belum sepenuhnya diberantas. Jika tidak ada penindakan tegas dan pembenahan sistem, maka visi pemerintahan bersih hanya akan menjadi slogan kosong belaka.
Tidak ada komentar