Referensi News — Musi Rawas, 4 Februari 2023
Akhir tahun 2021 menjadi titik rawan bagi keuangan Kabupaten Musi Rawas. Di tengah tutup tahun anggaran, Bupati Musi Rawas mengumumkan kelulusan 269 guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) berdasarkan Surat Pengumuman Nomor 022/PENG/PANSEL.ASN/MURA/2021 tertanggal 24 Desember 2021.
Namun belum seminggu berselang, tekanan datang dari pemerintah pusat. Melalui Surat Kementerian Keuangan Nomor S-204/PK/2021 yang bersifat “SEGERA”, daerah dipaksa menganggarkan gaji PPPK ke dalam APBD 2022. Praktis, Pemkab Musi Rawas harus menyulap perencanaan anggaran hanya dalam hitungan hari.
Surat-Surat “Langit” yang Membebani Daerah
Setidaknya tiga dokumen dari kementerian berbeda menjadi pintu masuk tekanan fiskal dari pusat ke daerah:
Surat-surat ini mengindikasikan satu hal: pusat memutuskan, daerah menanggung. Tanpa ruang diskresi, Pemkab Musi Rawas terjebak dalam skema pengangkatan ASN yang tidak lahir dari kebutuhan nyata, melainkan instruksi vertikal yang sarat potensi maladministrasi.
Tambahan 325 Pegawai: APBD Kian Tercekik
Dengan asumsi gaji rata-rata Rp3,5 juta per bulan, pengangkatan 325 PPPK (guru dan non-guru) berdampak langsung pada kenaikan beban fiskal:
Rekayasa APBD dan Risiko Manipulasi Laporan Keuangan
Ketidaksiapan fiskal daerah mendorong Pemkab Musi Rawas melakukan penyesuaian paksa terhadap APBD 2022. Beberapa indikasi potensi penyimpangan yang muncul:
Pola ini sudah sering ditemukan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK di berbagai daerah: pembengkakan belanja pegawai ditutup dengan akrobat akuntansi yang mengaburkan realitas fiskal.
Apakah Ini Kebutuhan Daerah atau Pemaksaan Pusat?
Keganjilan utama dari proses ini adalah urutan keputusan:
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa pengangkatan PPPK bukan didasari analisis kebutuhan daerah, tetapi semata instruksi vertikal dari pusat. Padahal, dalam prinsip otonomi daerah, setiap kebijakan kepegawaian semestinya memperhatikan daya dukung fiskal dan kebutuhan riil pelayanan publik di daerah masing-masing.
Penutup: Reformasi ASN atau Krisis Tata Kelola?
Kebijakan pemerintah pusat dalam mempercepat pengangkatan PPPK sesungguhnya memiliki niat baik: memperkuat SDM aparatur. Namun di lapangan, penerapannya justru mengancam kemandirian fiskal daerah dan membuka ruang penyimpangan anggaran.
Kasus Musi Rawas menjadi contoh nyata kegagalan sinkronisasi pusat-daerah dalam reformasi birokrasi. Tanpa koordinasi dan perencanaan yang matang, kebijakan ini berubah dari solusi menjadi beban, dari niat baik menjadi krisis tata kelola.
Catatan Redaksi
Berita ini disusun berdasarkan investigasi dan analisis dari berbagai sumber kredibel. ReferensiNews.id menjunjung prinsip keberimbangan dan akurasi dalam pemberitaan. Hak jawab terbuka bagi pihak yang merasa dirugikan sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Klarifikasi dan hak jawab dapat disampaikan ke redaksi@referensinews.id atau WhatsApp 081379437128.
Tidak ada komentar