Referensinews.id — Anggaran makan dan minum di Sekretariat Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) tahun anggaran 2018 mencapai angka fantastis: Rp 5,4 miliar. Jumlah ini mencolok, terlebih jika dikaitkan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut Muratara sebagai penyumbang tertinggi angka kemiskinan di Sumsel, yakni 19,2 persen.
Anggaran jumbo tersebut mencakup berbagai pos, mulai dari konsumsi rumah dinas, makan minum pejabat, jamuan tamu, hingga konsumsi rapat. Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan publik, mengingat kondisi ekonomi masyarakat setempat yang sedang terjepit.
Seorang pejabat teras Pemkab Muratara bahkan mengungkapkan kegalauannya lewat unggahan di media sosial. Ia menulis:
“Untuk masyarakatku saat ini semua dalam kesusahan karena harga karet tidak naik, harga sawit turun. Tapi teruslah berjuang. Anak-anak petani, jangan putus asa. Sekolah terus, pikirkan nasib orang tua kalian di desa. Berhemat dan tetap berusaha.”
Ironi ini makin terasa ketika pernyataan itu dibenturkan dengan realitas: Rp 5,4 miliar dana publik digelontorkan hanya untuk kegiatan konsumsi di lingkup Sekretariat Pemda.
Aktivis pemerhati anggaran, Taufik Gonda, mengingatkan masyarakat agar tidak lengah dan tetap kritis mengawasi penggunaan dana daerah.
“Banyak daerah yang pejabatnya tersandung kasus korupsi terkait anggaran makan dan minum—mulai dari Sekda, Kabag Umum, hingga bendahara. Kita tidak ingin Muratara masuk dalam daftar itu,” ujarnya tegas.
Taufik juga menyoroti pentingnya akuntabilitas di kabupaten muda seperti Muratara agar tak justru menjadi contoh buruk dalam tata kelola anggaran.
“Jangan sampai kabupaten yang baru berdiri ini menjadi sorotan nasional karena pejabatnya terjerat kasus penyelewengan anggaran. Transparansi harus jadi prioritas.”
Dengan angka kemiskinan yang tinggi dan ekonomi rakyat yang rapuh, pemborosan dalam anggaran konsumsi tentu bukan hanya tidak etis—tapi juga mencederai rasa keadilan sosial.
Tidak ada komentar