Plang TP4D di Proyek SMPN Karya Sakti Diduga Ilegal, Kejari Lubuklinggau Bantah Terlibat

waktu baca 2 menit
Sabtu, 5 Okt 2019 07:56 5 referensi

Referensinews.id – Pemasangan plang Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau di lokasi proyek pembangunan ruang kelas baru SMPN Karya Sakti, Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, tahun anggaran 2019, memicu tanda tanya publik. Proyek senilai Rp450 juta tersebut direncanakan selesai dalam 180 hari kalender pada Desember 2019.

Kontroversi mencuat ketika Kejari Lubuklinggau menegaskan bahwa mereka tidak memiliki Memorandum of Understanding (MoU), baik dengan pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan (Disdik) Musi Rawas, terkait pendampingan hukum proyek tersebut. Padahal, plang bertuliskan TP4D lengkap dengan logo Kejaksaan telah terpasang di lokasi proyek.

Ketidaksesuaian ini menimbulkan kecurigaan sejumlah pihak. Febri RB, aktivis pengawasan anggaran dan kebijakan pemerintah, mengungkapkan adanya indikasi penyalahgunaan simbol institusi penegak hukum.

“Pemasangan plang TP4D tanpa adanya MoU resmi itu sangat janggal. Apa motif sebenarnya di balik pencatutan ini?” tegas Febri.

Febri juga mempertanyakan implementasi MoU yang pernah diteken antara Kejari Lubuklinggau dan Pemkab Musi Rawas dalam konteks pendampingan hukum perdata dan tata usaha negara. Namun, pada kasus proyek SMPN Karya Sakti, ia menilai tidak ada landasan hukum yang jelas atas penggunaan simbol TP4D tersebut.

“Plang TP4D itu bisa menimbulkan asumsi publik bahwa proyek tersebut berada di bawah pengawasan kejaksaan, padahal tidak ada dasar hukumnya,” tambahnya.

Ia menyebut ada tiga kemungkinan asumsi publik terkait tindakan pemasangan plang TP4D tersebut:

  1. Upaya mengelabui kontrol sosial: Pemasangan logo Kejaksaan diduga untuk meredam kritik dari media, LSM, dan masyarakat, agar enggan mempertanyakan proyek karena seolah-olah telah diawasi kejaksaan.

  2. Pengalihan isu atau pembentukan citra: Keberanian pihak pelaksana mencatut nama TP4D dinilai mencerminkan lemahnya pengawasan internal, terutama jika dikaitkan dengan kasus yang ditangani Kejari sebelumnya—yakni dugaan pungutan Rp3 juta kepada 283 kepala sekolah untuk kegiatan Diklat Penguatan Kepala Sekolah tahun 2019, yang seharusnya sudah dibiayai APBD.

  3. Pembohongan publik: Tindakan mencatut logo TP4D tanpa izin resmi dari kejaksaan dapat dikategorikan sebagai penyebaran informasi tidak benar, hoaks, bahkan pelanggaran hukum atas penggunaan simbol institusi negara untuk kepentingan tertentu.

Febri mengimbau masyarakat dan pegiat kontrol sosial agar tidak tinggal diam.

“Kalau memang ditemukan adanya pelanggaran, lebih baik temuan ini segera dilaporkan ke penegak hukum. Biar diuji apakah masuk delik aduan atau tidak,” tutupnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA