Isi Opini: Oleh: Redaksi Referensi News
Baru seumur jagung menjabat, Walikota Lubuklinggau justru menggebrak dengan rencana mengejutkan: memindahkan rumah dinas ke lokasi eks Kantor Bupati lama. Lokasi itu sendiri merupakan sisa sejarah pemekaran wilayah antara kabupaten dan kota.
Keputusan ini mengundang tanya. Rumah dinas lama masih mewah, strategis, dan aman. Terletak dekat asrama Brimob, bangunan itu sebelumnya dirancang bukan hanya sebagai tempat tinggal, tapi juga sebagai simbol pemerintahan kota yang sedang tumbuh dan mendekat ke wilayah-wilayah pelayanan.
Lalu, apa alasan mendesak untuk pindah?
Pasca pelantikan, sang walikota meninjau rudin lama dan menyebut kondisinya tidak terawat. Lebih jauh, muncul kabar soal dugaan kehilangan aset dan perabotan negara. Anehnya, alih-alih mendorong audit menyeluruh atau melibatkan aparat penegak hukum, wacana pindah rudin justru dimunculkan lebih dulu.
Ini bukan sekadar urusan tempat tinggal. Ini menyangkut transparansi anggaran, efisiensi pemerintahan, dan potensi pemborosan uang rakyat.
Yang lebih mengkhawatirkan, jika pemindahan rudin dilakukan tanpa kajian publik dan pertanggungjawaban atas aset negara yang hilang, maka publik bisa curiga: apakah ini kebijakan atau kepentingan?
Pemerintahan yang baru seharusnya memberi contoh penertiban, bukan justru memakai celah kekacauan sebagai pembenaran untuk kebijakan sepihak.
Kami mendesak Pemkot membuka data inventaris rudin, hasil pengecekan, dan semua dasar keputusan pindah. Audit menyeluruh terhadap aset juga harus dilakukan. Jika terbukti ada kehilangan, proses hukum wajib dijalankan.
Transparansi adalah syarat utama kepercayaan publik. Dan kepercayaan itu bukan dibangun dengan pindah rumah, tapi dengan menegakkan tanggung jawab.
Catatan:
Artikel ini mengandung opini redaksi. Hak jawab terbuka untuk pihak terkait. Redaksi menjunjung tinggi prinsip cover both side dan pers berimbang.