CSR PTBA: Janji Kesejahteraan yang Tertahan di Tumpukan Laba

waktu baca 2 menit
Senin, 26 Mei 2025 15:33 309 referensi

Lubuk Linggau – Muara Enim, Lahat, dan sebagian besar wilayah Sumatera Selatan menyimpan luka panjang dari tambang batubara.

Ironisnya, kontribusi nyata PT Bukit Asam Tbk (PTBA) justru dipertanyakan publik meski perusahaan ini mencatat laba jumbo Rp42,8 triliun pada tahun 2024.

Di tengah siaran pers bernada manis yang dirilis PTBA pada 23 Mei 2025 lalu, yang menegaskan komitmen CSR untuk kesejahteraan masyarakat, justru muncul gelombang kritik.

Pengamat sosial politik Bagindo Togar dan anggota DPRD Sumsel H. Toyeb Rakembang mengajukan pertanyaan tajam: Di mana letak manfaat besar PTBA bagi masyarakat Sumsel, terutama di daerah tambang?

PTBA mengklaim menjalankan program-program unggulan seperti beasiswa Bidiksiba, layanan kesehatan gratis, bantuan UMKM, hingga pelatihan keterampilan. Namun data menunjukkan, sejak 2013 hingga 2024, baru 367 anak yang menerima beasiswa pendidikan.

Bandingkan dengan angka pendapatan tahunan mereka yang mencapai Rp42,8 triliun dan produksi batubara mencapai 42,9 juta ton di tahun yang sama.

“Seharusnya masyarakat lokal bisa menikmati pendidikan gratis sampai S3 dan layanan kesehatan memadai, termasuk rumah sakit. Tapi yang dibangun justru bandara di Lampung,” tegas Bagindo Togar, Minggu (25/5).

Di sisi lain, fasilitas publik yang dijanjikan, seperti rumah sakit di Muara Enim, masih sebatas wacana.

Pemeriksaan dan pengobatan massal tahunan yang digaungkan PTBA pun dianggap tidak sepadan dengan beban lingkungan dan sosial yang ditanggung warga sekitar tambang.

Anggota DPRD Sumsel, H. Toyeb Rakembang, mempertanyakan sikap manajemen PTBA dan pemerintah daerah.

“Saya justru curiga ada permainan antara manajemen PTBA dan pengambil kebijakan di Pemprov Sumsel. Kalau tidak, bagaimana mungkin kontribusinya sebegitu kecil?” ujarnya.

Menurutnya, Pemprov gagal memaksimalkan potensi pendapatan dari PTBA. Kontribusi ke APBD tidak transparan, dan pemerintah terkesan membiarkan praktik pembagian manfaat yang timpang, sementara DKI Jakarta dan Lampung justru menikmati hasil eksploitasi sumber daya Sumsel secara berlebihan.

Sorotan tajam terhadap PTBA dan lemahnya kontrol Pemprov harus menjadi alarm. Program CSR perusahaan tambang sebesar PTBA harus diaudit secara terbuka. Tidak cukup hanya dengan klaim “berkelanjutan” atau “berdampak”, tapi harus terlihat nyata dalam skala manfaat yang proporsional dengan kekayaan yang mereka ambil.

Jika dibiarkan, Sumatera Selatan hanya akan menjadi ladang eksploitasi yang miskin manfaat, sementara elit lokal menikmati alibi “CSR” untuk membungkam pertanggungjawaban publik.

Sudah waktunya Pemprov Sumsel bersuara tegas. Bila tidak, rakyat berhak menggugat.

Catatan Redaksi:
Tulisan ini merupakan opini redaksi berdasarkan analisis pernyataan publik dan data perusahaan. Referensinews.id terbuka menerima hak jawab dari pihak PT Bukit Asam Tbk atau pihak terkait lainnya melalui email redaksi@referensinews.id. Kontak resmi 081379437128.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA