Referensinews.id – Musi Rawas | Pembangunan sembilan Puskesmas baru di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Afirmasi tahun 2018 dengan total anggaran lebih dari Rp50 miliar, kini menghadapi sorotan serius. Bukan soal berdirinya gedung, tapi soal efektivitas dan dampaknya terhadap layanan kesehatan warga.
Pemerintah Kabupaten Musi Rawas mengklaim telah mengikuti seluruh prosedur teknis, mulai dari perencanaan elektronik (PBE), input dalam sistem e-DAK, hingga penyusunan RKA dan DPA. Namun hingga berita ini diturunkan, belum tersedia laporan audit kinerja atau uji manfaat publik atas bangunan yang telah rampung sejak 2018.
Apakah sembilan Puskesmas itu kini benar-benar beroperasi maksimal?
Apakah masyarakat merasakan perbedaan signifikan dalam akses dan kualitas layanan?
Tanpa data terbuka dan laporan pasca-pelaksanaan, semua itu hanya asumsi.
Satu masalah klasik dalam proyek pembangunan fasilitas kesehatan adalah tidak seimbangnya pengadaan fisik dengan kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan alat kesehatan (alkes). Gedung mungkin megah, tapi:
Apakah ada tenaga dokter dan perawat yang cukup?
Apakah alat kesehatan yang tersedia sudah memadai dan berfungsi?
Apakah pelayanan berjalan 24 jam seperti standar Puskesmas rawat inap?
Proyek besar tanpa perencanaan operasional jangka panjang justru bisa menjadi beban keuangan daerah dan mengecewakan masyarakat.
Dari data DAK Fisik Afirmasi tahun 2018:
Puskesmas | Pagu DAK | Realisasi Kontrak |
---|---|---|
Kelingi IV/C | Rp5,538,027,199 | Rp5,482,000,000 |
Lakitan | Rp5,611,909,455 | Rp5,585,800,000 |
Selangit | Rp5,611,909,455 | Rp5,572,700,000 |
Sungai Bunut | Rp5,538,027,199 | Rp5,462,700,000 |
Muara Kati | Rp5,611,909,455 | Rp5,504,876,000 |
Jayaloka | Rp5,611,909,455 | Rp5,486,860,000 |
C. Nawangsasi | Rp5,611,909,455 | Rp5,551,580,000 |
Karya Sakti | Rp5,538,027,199 | Rp5,501,940,000 |
Pian Raya | Rp5,538,027,199 | Rp5,491,780,000 |
Selisih antara pagu dan kontrak sangat kecil, menimbulkan dugaan minimnya efisiensi atau lemahnya proses negosiasi harga.
Proyek ini telah menelan anggaran puluhan miliar rupiah, namun pengawasan dari DPRD dan hasil audit dari BPK atau Inspektorat belum tampak ke publik.
Apakah lembaga pengawas tidur atau memilih diam?
Jika tidak ada laporan evaluatif dan pemeriksaan mendalam, potensi inefisiensi atau bahkan penyimpangan bisa saja terjadi tanpa terdeteksi.
Tanpa transparansi laporan evaluasi dan audit terbuka, masyarakat tidak bisa menilai apakah proyek ini benar-benar menguntungkan rakyat atau hanya menjadi ladang proyek bagi elite birokrasi dan kontraktor.
Pemkab Musi Rawas harus membuka laporan hasil pemanfaatan Puskesmas ke publik.
DPRD dan BPK perlu mendorong audit menyeluruh – bukan sekadar formalitas.
Kemenkes wajib mengumumkan dampak pembangunan berbasis indikator kesehatan masyarakat.
Pembangunan kesehatan tidak berhenti di konstruksi. Tugas belum selesai sampai masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya.
(Bersambung ke Edisi III – Investigasi Lanjutan: Jejak Proyek, Jejak Kontraktor)
Reporter: RN | Editor: Tim Investigasi Referensinews
Tidak ada komentar