Referensinews.id – Musi Rawas | Di balik pembangunan sembilan Puskesmas yang menelan lebih dari Rp49,6 miliar dana rakyat, ada barisan kontraktor yang memegang kendali atas pelaksanaan fisik proyek. Namun, seperti banyak proyek pemerintah lainnya, identitas dan rekam jejak kontraktor nyaris tak pernah dibuka ke publik.
Hingga kini, dokumen publik terkait proyek pembangunan Puskesmas tahun 2018 di Kabupaten Musi Rawas belum memuat secara rinci siapa saja kontraktor pelaksana dari masing-masing proyek bernilai miliaran rupiah tersebut.
Pertanyaan besar muncul:
Apakah proses tender dilakukan secara terbuka dan kompetitif?
Apakah perusahaan pemenang tender memiliki rekam jejak bersih dan kapabilitas teknis memadai?
Apakah ada keterkaitan politik atau konflik kepentingan di balik penunjukan pelaksana?
Sayangnya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini terkubur di balik ketertutupan dokumen pengadaan dan lemahnya sistem pengawasan publik.
Beberapa sumber di lapangan menyebutkan bahwa ada Puskesmas yang mengalami keretakan dinding dan rembesan air tak lama setelah dioperasikan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang standar kualitas dan pengawasan teknis selama proses konstruksi.
Salah satu sumber internal Dinas Kesehatan menyebut, “Pengawasan fisik proyek lebih banyak bersifat administratif, bukan teknis lapangan. Kalau tidak diperiksa BPK, ya aman-aman saja.“
Dalam dokumen pengadaan yang berhasil dihimpun redaksi dari LPSE, terdapat indikasi bahwa sebagian proyek hanya diikuti oleh dua hingga tiga peserta lelang, bahkan beberapa paket hanya dimenangkan oleh kontraktor lokal yang sama berulang kali.
Ini membuka ruang kecurigaan terhadap praktik “tender formalitas”—sebuah modus lama di mana proyek sudah dikondisikan untuk dimenangkan oleh pihak tertentu, dengan peserta tender lain hanya sebagai pelengkap.
Mengingat besarnya nilai kontrak dan dampaknya terhadap layanan publik, harus dilakukan audit teknis independen terhadap bangunan-bangunan Puskesmas tersebut. BPK, Inspektorat, maupun lembaga profesional seperti LPJK dan IAI seharusnya dilibatkan.
Jika ditemukan penyimpangan spesifikasi atau indikasi penyalahgunaan anggaran, penegakan hukum harus segera dilakukan.
Kepala Dinas Kesehatan, Bupati Musi Rawas, dan DPRD setempat perlu menjawab beberapa tuntutan publik berikut:
Siapa saja kontraktor pelaksana proyek Puskesmas 2018?
Bagaimana proses tender dilakukan?
Apakah ada pengawasan independen saat proyek berlangsung?
Berapa persen realisasi bangunan sesuai spesifikasi rencana awal (shopdrawing)?
Pembangunan infrastruktur kesehatan bukan sekadar soal angka dan beton. Ini adalah soal kepercayaan publik, terutama ketika anggaran yang digunakan adalah uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan hingga titik terakhir.
Jika proyek sebesar ini bisa lolos tanpa pengawasan, maka Musi Rawas bukan sedang membangun kesehatan—tapi sedang membangun preseden buruk bagi pemerintahan daerah.
(Bersambung ke Edisi IV: Dari Laporan Fisik ke Laporan Kesehatan – Apakah Ada Manfaat Nyata?)
Reporter: RN | Editor: Tim Investigasi Referensinews
Tidak ada komentar