Referensinews
Musi Rawas – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Musirawas, Mefta Joni, memilih bungkam terkait dugaan pungutan uang sebesar Rp2 juta yang dilakukan oleh dinasnya kepada 26 Kepala Desa untuk penyelenggaraan kegiatan Pelatihan Aparatur Pemerintah Desa dalam Bidang Manajemen Pemerintahan Desa Tahun 2019.
Kegiatan yang dilakukan secara estafet di tujuh (7) kecamatan dengan tajuk BERKAH ini melibatkan 199 desa. Tahap awal pelatihan PAPD-DBMPD 2019 diselenggarakan di Kecamatan Tugumulyo, diikuti oleh 26 desa dari dua kecamatan, yaitu Kecamatan Tugumulyo dan Kecamatan Sumber Harta.
Meskipun ada instruksi untuk memungut uang Rp2 juta dari masing-masing Kepala Desa, Mefta Joni memilih untuk tidak memberikan komentar lebih lanjut. Melalui pesan WhatsApp, ia hanya menyarankan untuk menghubungi Alex atau Rian, dan menyebut dirinya sedang berada di desa.
Sementara itu, Camat Tugumulyo, Irwansyah, membenarkan adanya pungutan Rp2 juta tersebut. Pungutan ini, menurutnya, merupakan biaya untuk makan, minum, umbul-umbul, dan transportasi peserta.
Di sisi lain, pihak Kecamatan Sumber Harta juga mengungkapkan bahwa uang pungutan tersebut diserahkan kepada pihak Kecamatan Tugumulyo sebagai panitia pelaksana. Sekretaris Kecamatan Tugumulyo juga turut terlibat dalam pengelolaan dana tersebut.
Hasil konfirmasi dengan salah satu Kepala Desa di Kecamatan Tugumulyo juga membenarkan adanya pungutan Rp2 juta per desa untuk kegiatan DPMD yang bertajuk BERKAH.
Menurut Andy Lala, aktivis dan pengamat pemerintahan, pungutan yang dilakukan oleh oknum-oknum di Dinas PMD Musirawas adalah praktik yang tidak bisa dibenarkan. “Uang Rp2 juta itu adalah dana dari ADD/DD yang seharusnya digunakan untuk kepentingan desa. Namun, uang tersebut malah diserahkan ke pihak Kecamatan. Lantas, siapa yang akan membuat SPJ (Surat Pertanggungjawaban) nanti? Kemungkinan besar, Kepala Desa yang akan menanggung beban tersebut, sementara Kecamatan dan DPMD lepas tangan karena anggaran tersebut bukan berasal dari dinas terkait,” ujarnya.
Andy menegaskan, APBDes adalah hak otonomi desa dan tidak seharusnya diintervensi oleh pihak luar, termasuk Kecamatan atau DPMD. Jika DPMD yang memiliki kegiatan, seharusnya mereka sudah memiliki anggaran yang disiapkan melalui APBD.
“Ini sangat aneh jika DPMD yang memiliki kegiatan, tetapi malah meminta uang dari Kepala Desa. Lalu, anggaran dari dinas terkait untuk apa? Mungkin untuk dipakai pribadi,” tuding Andy.
Andy bahkan memperkirakan bahwa jika kegiatan ini terus berlanjut, maka lebih dari Rp398 juta dana desa bisa terserap dalam kegiatan tersebut.
“Saya mencurigai ini sebagai salah satu modus untuk menggerogoti Dana Desa,” tambahnya.
Jika kegiatan ini memang penting untuk peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa, seharusnya Dinas PMD mengajukan anggaran yang lebih besar ke DPRD sejak awal, sehingga tidak membebani Kepala Desa dengan pungutan-pungutan yang tidak jelas.
“Jika anggaran DPMD tidak cukup, lebih baik mereka mengusulkan anggaran yang memadai daripada memaksa Kades mengeluarkan dana desa,” tegasnya. (RN)
Tidak ada komentar