Referensinews.id – Sidang lanjutan perkara gugatan perdata antara PT Ahba Mulya dan Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) di Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau pada Kamis (1/8) memunculkan keganjilan serius. Hakim terlihat kebingungan lantaran Pemkab Muratara menghadirkan dua kuasa hukum berbeda dalam satu perkara yang sama.
Perkara ini bermula dari gugatan PT Ahba Mulya atas pembatalan sepihak pemenang tender oleh Pokja III Pemkab Muratara, yang dinilai merugikan secara materil dan imateril. Setelah proses mediasi sebelumnya menemui jalan buntu, sidang memasuki tahap pembacaan gugatan.
Hakim Ferdinaldi Bonodikun mempersilakan pihak penggugat untuk memperbaiki redaksi surat gugatan tanpa mengubah substansi. Namun kuasa hukum PT Ahba Mulya, Grees Sely, menyatakan tetap pada pokok gugatan awal.
“Apa yang kami sampaikan ini, kami anggap sudah dibacakan,” ujar Grees di hadapan majelis hakim.
Ketika giliran tergugat, kuasa hukum Pemkab Muratara, Alamsyah, justru meminta waktu dua minggu untuk menyusun jawaban secara tertulis. Permintaan ini langsung ditentang oleh kuasa hukum penggugat, yang menganggap waktu tersebut terlalu lama dan tidak relevan dengan asas peradilan cepat.
“Keberatan, Yang Mulia. Kami minta hanya satu minggu,” tegas Grees Sely.
Hakim mengabulkan permintaan penggugat dan menunda sidang selama satu minggu. Namun yang membuat situasi kian janggal, Hakim Ferdinaldi sempat menegur keras pihak tergugat atas ketidakjelasan status kuasa hukumnya.
“Tolong pastikan siapa kuasa hukum resmi Pemkab Muratara. Jangan buat majelis bingung. Apakah dari Jaksa Pengacara Negara (JPN) atau tim baru?” ujar hakim dengan nada serius sebelum menutup persidangan.
Di luar sidang, Alamsyah berdalih ketua tim hukum Pemkab Muratara sedang berada di Bandung, dan menyarankan media untuk mengonfirmasi langsung kepada Ilham Fatahila selaku ketua tim.
“Kami sudah bahas dengan tim JPN Kejari Lubuklinggau dan sepakat menunjuk JPN sebagai kuasa hukum resmi. Tapi waktu menjawab kami minta dua minggu. Hakim beri satu minggu, kami ikuti,” kata Alamsyah kepada wartawan.
Situasi ini menunjukkan lemahnya koordinasi internal Pemkab Muratara dalam menangani perkara hukum penting. Ketidakjelasan penunjukan kuasa hukum, serta permintaan waktu yang berlarut-larut, memunculkan dugaan ketidaksiapan atau bahkan indikasi penghindaran tanggung jawab hukum.
Apakah polemik ini hanya soal administrasi, atau ada upaya menutupi sesuatu yang lebih besar di balik tender yang dibatalkan? Sidang pekan depan akan menjadi titik krusial yang patut dicermati publik.
Tidak ada komentar