Skandal Pembangunan 9 Puskesmas di Musi Rawas: Terindikasi Lobi, Data Palsu, dan Potensi Korupsi

waktu baca 3 menit
Jumat, 12 Jul 2019 07:59 14 referensi

Referensinews.id – Proyek pembangunan dan rehabilitasi sembilan Puskesmas di Kabupaten Musi Rawas kembali menuai sorotan tajam. Sejumlah indikasi pelanggaran serius mencuat, mulai dari manipulasi data hingga potensi kerugian negara akibat perencanaan dan pelaksanaan yang tidak akuntabel.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), setiap pembangunan fasilitas kesehatan wajib memenuhi standar teknis dan administratif yang ketat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa usulan pembangunan yang diajukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Musi Rawas ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diduga sarat manipulasi.

Terindikasi Lobi dan Data Palsu

Diduga kuat telah terjadi praktik lobi serta pengajuan data yang tidak akurat kepada Kemenkes pusat demi meloloskan proposal pembangunan. Ironisnya, Kemenkes menyetujui usulan tersebut, yang kemudian direalisasikan pada tahun anggaran 2019 dengan pendampingan dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejari Lubuklinggau.

Masalah Serius di Lapangan

Dalam pelaksanaannya, proyek ini dipenuhi kejanggalan. Mulai dari survei lahan yang bermasalah, pembelian tanah yang menggunakan APBD tanpa transparansi, hingga kekurangan volume pekerjaan yang merugikan negara. Bahkan, laporan internal menyebut adanya kelebihan pembayaran kepada konsultan perencana senilai hampir Rp400 juta, serta kekurangan volume pekerjaan mencapai Rp250 juta.

Modus Korupsi Terstruktur?

Lebih mencurigakan lagi, sembilan paket pekerjaan pembangunan Puskesmas yang mengalami keterlambatan tidak dikenakan denda oleh pihak Dinkes. Padahal, denda keterlambatan wajib disetorkan ke kas daerah. Fakta ini mengindikasikan kemungkinan adanya skema korupsi terstruktur yang berpotensi merugikan keuangan negara secara signifikan.

Pertanggungjawaban Perlu Ditegakkan

Skandal ini memperlihatkan lemahnya pengawasan dan buruknya manajemen proyek di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas. Publik mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan.

Kronologi Kasus Pembangunan 9 Puskesmas di Musi Rawas

1. Usulan Pembangunan ke Kemenkes (Juli 2019)

  • Aktor Utama: Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas

  • Tindakan: Mengajukan proposal pembangunan sembilan Puskesmas ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes)

  • Indikasi Masalah: Diduga terdapat lobi dan pengajuan data palsu untuk memperoleh persetujuan

2. Persetujuan Kemenkes (2019)

  • Aktor Utama: Kementerian Kesehatan

  • Tindakan: Menyetujui usulan pembangunan sembilan Puskesmas

  • Indikasi Masalah: Persetujuan diberikan berdasarkan data yang diduga tidak akurat

3. Pelaksanaan Pembangunan (2019–2020)

  • Aktor Utama: Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas

  • Tindakan: Melaksanakan pembangunan sembilan Puskesmas dengan pendampingan dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Lubuklinggau

  • Indikasi Masalah:

    • Survei lahan yang tidak sesuai

    • Pembelian lahan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tanpa transparansi

    • Kekurangan volume pekerjaan yang merugikan negara

    • Kelebihan pembayaran kepada konsultan perencana hampir mencapai Rp400 juta

    • Kekurangan volume pekerjaan mencapai Rp250 juta

4. Keterlambatan Penyelesaian dan Tidak Dikenakan Denda

  • Aktor Utama: Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas

  • Tindakan: Tidak mengenakan denda atas keterlambatan penyelesaian sembilan paket pekerjaan pembangunan Puskesmas

  • Indikasi Masalah: Tidak adanya sanksi atas keterlambatan mengindikasikan potensi modus korupsi

Catatan Penting:

  • Indikasi pelanggaran dalam pembangunan sembilan Puskesmas menunjukkan adanya potensi kerugian negara dan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku.

  • Keterlambatan penyelesaian proyek tanpa dikenakan denda mengindikasikan lemahnya pengawasan dan potensi penyalahgunaan wewenang.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA