Referensinews.id – Dana kompensasi dari perusahaan migas yang seharusnya menjadi berkah bagi masyarakat Kabupaten Musi Rawas justru kini menimbulkan tanda tanya besar: ke mana aliran uang tersebut sebenarnya mengalir?
Sejak 2010 hingga 2011, PT Seleraya Merangin II diketahui telah memberikan kompensasi kepada Kabupaten Musi Rawas atas pemanfaatan jalan kabupaten oleh aktivitas perusahaan migas tersebut. Nilainya tidak sedikit: diperkirakan mencapai Rp800 juta per bulan, atau lebih dari Rp8 miliar setiap tahunnya.
Namun, seperti yang diungkapkan oleh aktivis sosial Hafidz Noeh, dana sebesar itu belum pernah dilaporkan secara jelas penggunaannya. Ia mempertanyakan siapa sebenarnya yang menerima dana kompensasi tersebut, karena transparansi pengelolaan keuangan daerah masih jauh dari harapan.
“Uang sebesar itu masuk ke kantong siapa? Apakah benar-benar masuk ke kas daerah dan dimanfaatkan untuk rakyat?” tegas Hafidz.
Hafidz juga menyoroti lemahnya pengawasan DPRD Musi Rawas. Ia bahkan menduga bahwa para anggota dewan terhormat tidak mengetahui atau tidak memahami adanya dana kompensasi dari perusahaan migas tersebut.
“Jangan-jangan anggota DPRD tidak tahu dana ini ada. Saya usulkan agar DPRD segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membongkar dan menelusuri aliran dana kompensasi tersebut,” ujarnya.
Dana Rp8 miliar per tahun, kata Hafidz, sangat mungkin menjadi sumber anggaran penting untuk pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat. Ketertutupan pemerintah dalam hal ini justru menimbulkan kecurigaan publik akan adanya dugaan penyimpangan.
Sementara itu, tanggapan dari pihak Pemkab Musi Rawas justru saling melempar tanggung jawab. Sekretaris Dinas PUBM Musi Rawas, Azhari, membantah adanya penerimaan dana kompensasi oleh dinasnya dan menyatakan bahwa izin penggunaan jalan diberikan oleh Dinas Perhubungan.
Lebih lanjut, Kepala BPKAD Musi Rawas, Zulkifly Idris, juga mengaku tidak pernah mencatat atau menerima laporan pendapatan dari dana kompensasi tersebut.
“Kalau tidak salah, itu wewenangnya ada di Dinas PUBM,” ujarnya, seolah mengalihkan tanggung jawab.
Pernyataan saling bantah ini semakin memperkuat desakan publik agar ada penyelidikan menyeluruh terhadap dana kompensasi yang nilainya tidak sedikit itu. Tanpa adanya transparansi, dana yang seharusnya untuk pembangunan justru terancam menjadi ladang bancakan segelintir oknum.
Tidak ada komentar