Pergeseran Anggaran OPD di Muratara Diduga Melanggar Aturan, DPRD Dikhawatirkan Tak Terima Pertanggungjawaban APBD

waktu baca 3 menit
Jumat, 30 Agu 2019 01:51 20 referensi

Referensinews.id – Pergeseran anggaran yang melibatkan enam Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemerintah Kabupaten Musirawas Utara (Muratara) diduga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepala Bidang Anggaran dan Kepala Sub Bagian Penyusunan Program di Badan Keuangan Daerah (BKD) Muratara, dalam implementasinya, tidak melakukan evaluasi ke masing-masing OPD. Hal ini terungkap dalam rapat yang digelar pada Jumat (30/8).

Beberapa pihak, termasuk Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Muratara, mengajukan usulan pergeseran anggaran melalui Nota Dinas kepada Bupati Muratara. Namun, dalam notulen rapat, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) hanya menyetujui pergeseran anggaran untuk pembayaran hutang pihak ketiga pada Pembiayaan Daerah. Ironisnya, kedua OPD tersebut tidak diundang dalam rapat TAPD yang bersangkutan.

Pergeseran anggaran yang terjadi berpotensi memengaruhi kelancaran pertanggungjawaban APBD yang diajukan kepada DPRD Muratara. Pasalnya, TAPD dianggap tidak mematuhi ketentuan yang mengatur prosedur pergeseran anggaran tersebut, yang berisiko membuat pertanggungjawaban APBD tidak diterima oleh DPRD.

Pergeseran anggaran ini juga berimbas pada hilangnya sejumlah program dan kegiatan yang telah disusun oleh tiga OPD senilai Rp 8,4 miliar. Sementara itu, dua OPD lain mendapatkan tambahan program dan kegiatan baru dengan nilai Rp 16,2 miliar. Tidak hanya itu, terdapat pula penambahan anggaran pada empat OPD lainnya dengan total sebesar Rp 7,9 miliar. Pergeseran anggaran ini merujuk pada Peraturan Bupati (PERBUB) Muratara Nomor 79 Tahun 2018, namun dianggap bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 serta Peraturan Bupati Muratara Nomor 21 Tahun 2018.

Taufik Gonda, seorang pengamat kebijakan dan pengelolaan anggaran APBD Wilayah MLM, mengungkapkan bahwa pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPRD jelas melanggar hukum dan Peraturan Daerah (Perda). “Anggaran yang telah dibahas dan disepakati bersama antara pemerintah dan legislatif dalam Perda tidak boleh digeser tanpa prosedur yang tepat. Jika ada kebutuhan mendesak, maka harus ada persetujuan dari DPRD,” tegasnya.

Menurut Taufik, pergeseran anggaran yang dilakukan secara sepihak ini melanggar kesepakatan bersama yang telah ditetapkan dalam APBD. DPRD, lanjutnya, memiliki hak untuk mengawasi penggunaan keuangan daerah dan dapat meminta klarifikasi dari pemerintah atau bahkan mengembalikan anggaran ke pos semula jika dianggap tidak sesuai.

Lebih jauh, Taufik menyimpulkan bahwa pengalihan anggaran yang sesuai prosedur tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Namun, jika pengalihan tersebut mengandung unsur memperkaya diri atau pihak lain serta merugikan keuangan negara, maka tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana korupsi. “Untuk mengetahui apakah terdapat unsur korupsi dalam pergeseran anggaran ini, bisa ditelusuri melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan,” katanya.

Taufik juga menambahkan bahwa pihak hukum, khususnya Tipikor, bisa menindaklanjuti jika ada indikasi adanya niat untuk korupsi tanpa menunggu adanya operasi tangkap tangan (OTT). “Jika terbukti ada niat untuk korupsi, maka pihak yang terlibat bisa dijerat hukum,” ujarnya.

Pergeseran anggaran ini akan menjadi sorotan penting, karena dapat mengancam keberlanjutan program dan kegiatan yang telah direncanakan, serta menambah keraguan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA