Posted in

BPJS Dibayar, Tapi Anggaran Diobok-obok?

Oleh: Redaksi Referensi News

(Opini ini adalah pandangan redaksi berdasarkan dokumen resmi dan pernyataan publik. Ruang hak jawab terbuka untuk pihak terkait.)

Pada November 2024, Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) Kota Lubuk Linggau menyampaikan bahwa utang iuran BPJS Kesehatan pemerintah kota mencapai Rp16 miliar, dengan sisa Rp4 miliar akan dibayarkan pada tahun 2025.

Namun hanya empat bulan kemudian, tepatnya Maret 2025, pasca pelantikan walikota baru, data utang BPJS yang diumumkan berbeda. Pemerintah menyebut utang mencapai Rp10,5 miliar, dan bahkan telah dibayar Rp5,2 miliar di bulan yang sama. Di saat yang bersamaan, pernyataan politik juga dilontarkan: “buktikan komitmennya dalam artian janji kampanye.”

Ada dua pertanyaan besar. Pertama, bagaimana bisa angka utang berubah drastis dalam waktu singkat? Kedua, apakah janji politik boleh dibayar dengan dana publik?

Jika pelunasan utang dilakukan demi memenuhi janji kampanye, maka ada kekhawatiran serius terkait integritas pengelolaan keuangan daerah. Publik berhak tahu: dari mana sumber dananya, siapa yang mengambil keputusan, dan apakah prosesnya sesuai hukum?

Menurut kajian hukum, penggunaan APBD yang tidak sesuai peruntukannya—apalagi untuk kepentingan pencitraan—dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Ini berpotensi melanggar UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 3 UU Tipikor jika menyebabkan kerugian negara dan menguntungkan pihak tertentu.

Kami mendesak DPRD dan lembaga pengawasan untuk membuka data secara transparan. Jangan sampai janji politik menutupi potensi pelanggaran anggaran yang seharusnya dikelola untuk kepentingan seluruh rakyat.

Catatan: Artikel ini merupakan opini redaksi. Jika terdapat pihak yang merasa dirugikan atau ingin menyampaikan klarifikasi, redaksi Referensi News membuka ruang hak jawab sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *