Referensinews.id – Pencairan dana Rp25 juta untuk kegiatan sejumlah Organisasi Kepemudaan (OKP) di Kota Lubuklinggau memantik sorotan tajam. Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) diduga mencairkan anggaran secara serampangan tanpa melalui proses verifikasi, bahkan dianggap mengabaikan aturan yang berlaku. Dana yang bersumber dari APBD senilai Rp650 juta untuk OKP disebut “ludes diserbu” tanpa kejelasan distribusi.
Kepala Bidang Kepemudaan Dispora Lubuklinggau, Ferdy Ostian, SH mengaku tidak mengetahui secara rinci OKP mana saja yang menerima dana tersebut. Ia hanya menyebutkan bahwa dari 25 OKP yang terdata, hanya 19 yang menerima pencairan, sementara sisanya (6 OKP) masuk dalam Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan kembali ke kas daerah.
“Ini bukan dana hibah, tapi dana kegiatan,” ujar Ferdy, seolah menegaskan bahwa mekanisme pengalokasian tidak tunduk pada aturan hibah.
Namun, pernyataan ini justru memperkuat dugaan penyimpangan. Pengamat kebijakan publik dan APBD, Febri HR, menyebut praktik ini janggal dan membuka celah korupsi sistematis.
“Jika ini bukan dana hibah atau bansos, maka setiap warga atau kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan pun berhak menuntut pembiayaan dari Pemkot. Ini membuka peluang korupsi berjemaah yang terstruktur,” tegas Febri.
Ia juga menekankan bahwa dana kegiatan seperti yang diklaim oleh Dispora tidak diatur dalam APBD. “Yang ada hanya dana hibah dan bansos. Dan itu pun harus mematuhi regulasi yang ketat,” jelasnya.
Menurut regulasi, dana hibah hanya bisa diberikan kepada organisasi masyarakat yang telah terdaftar resmi di pemerintah daerah setidaknya selama tiga tahun, berkedudukan di wilayah setempat, dan memiliki sekretariat tetap. Namun, data yang ada memperlihatkan sejumlah kejanggalan.
“Beberapa OKP penerima justru belum genap setahun berdiri. Bahkan, ada indikasi satu orang mengendalikan lebih dari satu OKP demi mendapat kucuran dana segar,” ungkap Febri.
Ia juga menggarisbawahi bahwa prosedur pengajuan dana hibah atau bansos harus dilakukan secara formal, melalui proposal tertulis yang dilengkapi dokumen lengkap, termasuk latar belakang, tujuan kegiatan, rincian penggunaan dana, dan pernyataan siap diaudit.
“Kalau prosedur ini dilangkahi, maka kuat dugaan ada konspirasi antara oknum Dispora dan pihak penerima untuk menguras keuangan daerah. Ini bukan sekadar maladministrasi, tapi indikasi korupsi berjemaah,” tutupnya.
Tidak ada komentar