Bimtek DPRD Musi Rawas Habiskan Rp30 Miliar: Peningkatan Kapasitas atau Modus Bancakan APBD?

waktu baca 2 menit
Kamis, 12 Des 2019 12:27 11 referensi

Referensi News

Musi Rawas, 12 Desember 2019 – Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Musi Rawas tahun 2019 menyedot perhatian publik. Pasalnya, kegiatan rutin tersebut dikabarkan menghabiskan anggaran fantastis hingga Rp30 miliar. Pertanyaannya, siapa yang benar-benar diuntungkan dari Bimtek ini?

Ironisnya, Ketua DPRD Musi Rawas Azandri memilih bungkam saat dimintai keterangan. Sekretariat Dewan (Setwan) pun seolah bersikap sama—tertutup dan sulit dihubungi media.

Sorotan tajam datang dari Zainuri, Ketua Lembaga Investigasi Negara (LIN), yang dalam aksi unjuk rasa di depan Mapolres Musi Rawas, Kamis (12/12), secara tegas mempertanyakan transparansi penggunaan dana Bimtek tersebut. Dalam poin ketiga tuntutannya, Zainuri menyoroti dugaan pemborosan anggaran dan potensi penyimpangan.

Sementara itu, Efendi, Ketua Yayasan Pucuk, dalam keterangan terpisah menjelaskan bahwa Bimtek memang menjadi agenda rutin DPRD. Namun, menurutnya, terdapat dua jenis penyelenggara Bimtek: dari lembaga resmi negara dan dari pihak non-pemerintah. Perbedaan keduanya sangat mencolok, terutama dalam aspek pelaksanaan dan akuntabilitas.

“Kalau Bimtek dari lembaga resmi negara biasanya disiplin—empat hari ya empat hari. Tapi yang dari lembaga non-pemerintah ini yang rawan dimainkan,” ujar Efendi.

Efendi menuding bahwa Bimtek versi non-pemerintah kerap dijadikan modus “bancakan” berjamaah. Ia menyebut, bukan hanya anggota dewan yang diuntungkan, tapi juga pejabat eksekutif di Sekretariat DPRD.

“Kita hitung-hitungan saja. Jumlah anggota DPRD Musi Rawas ada 40 orang. Kalau satu kali Bimtek biayanya Rp5 juta per orang, sudah Rp200 juta, belum lagi biaya SPPD dan akomodasi lainnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Efendi mengungkap potensi manipulasi. Bimtek yang seharusnya berlangsung tiga hari bisa dipadatkan menjadi satu hari, bahkan bisa jadi hanya formalitas di atas kertas. Ia menyebut laporan pertanggungjawaban (SPJ) kegiatan pun mudah diatur.

“Jangan-jangan ada yang fiktif. Ini yang harus diusut tuntas,” tutup Efendi, sembari menyatakan akan melanjutkan pembahasan ini di forum publik selanjutnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA