Tender Proyek Pengawasan Jalan Diduga Sarat Kongkalikong, Inspektorat Mura Hanya Jadi Stempel Kekuasaan?

waktu baca 3 menit
Selasa, 16 Jul 2019 10:51 5 referensi

Referensinews.id – Proses tender jasa konsultansi pengawasan peningkatan jalan Desa Mambang (Simpang Jatun) menuju Muara Megang di Kabupaten Musi Rawas diduga kuat sarat permainan kotor. Indikasi kongkalikong mencuat antara Tim Pokja ULP dengan pihak rekanan/kontraktor, mengarah pada praktik manipulatif demi memenangkan pihak tertentu.

Temuan tersebut terkuak dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Sumatera Selatan. BPK mencatat serangkaian kejanggalan dalam dokumen kontrak, lelang, hingga data pendukung yang digunakan dalam tender proyek.

Pokja ULP Kabupaten Musi Rawas dinilai lalai dan tidak cermat saat mengevaluasi dokumen administrasi milik CV SU, pemenang tender proyek. Salah satu sinyal kuat adanya permainan terstruktur adalah absennya Direktur CV SU dalam tahapan pembuktian dokumen kualifikasi. Pembuktian hanya diwakili JPR, yang berbekal surat tugas dengan keabsahan yang dipertanyakan.

Lebih parahnya, tenaga ahli yang diajukan ternyata bukan pegawai tetap dan hanya staf sub-profesional dengan pengalaman kurang dari dua tahun. Hal ini jelas melanggar kriteria teknis yang telah diatur dalam metodologi dan rencana kerja kontrak.

Fakta lain yang terungkap, pekerjaan di lapangan ternyata disubkontrakkan hanya berdasarkan kesepakatan lisan antara rekanan, Direktur, dan pengawas lapangan. Tidak ada perjanjian tertulis. Bahkan, CV SU tidak bisa menunjukkan bukti pembayaran personil atau dokumen pembayaran pajak penghasilan tenaga kerja.

Audit BPK juga mengungkap pengakuan Direktur CV SU yang menyebut menerima 10% dari nilai bersih kontrak dan menyerahkan sepenuhnya proses tender hingga pelaksanaan kepada AEP. Ia memberikan akses terhadap data perusahaan, termasuk rekening giro, cek kosong, dan spesimen tanda tangan.

Dalam pelaksanaan, sejumlah personil yang tercantum dalam RAB tidak terlibat langsung di lapangan. AEP, pengawas lapangan, bahkan tidak hadir saat penandatanganan PHO (Provisional Hand Over), namun tetap membubuhkan tanda tangan di Kota Lubuklinggau.

Saat dikonfirmasi, pihak ULP terkesan enggan terbuka. “Silakan tanya ke Kabag ULP,” elak Endang, salah satu pejabat terkait.

Ketua Forum Pemerhati Pembangunan dan Pendidikan, Hafiez Noeh, menyayangkan praktik curang semacam ini masih terus terjadi. “Ini modus lama. Proyek arahan biasa diberikan ke orang dekat pejabat, dengan melanggar regulasi LKPP,” tegasnya.

Menurut Hafiez, kehadiran Satgas Pencegahan dari KPK seharusnya membuat ULP lebih independen, bukan justru takut pada tekanan kekuasaan. “Sertifikat pengalaman dan tenaga ahli itu wajib. Kalau tetap dimenangkan meski tidak memenuhi syarat, jelas ini korupsi yang sudah akut,” kritiknya tajam.

Hafiez juga menyentil kinerja Inspektorat Kabupaten Musi Rawas yang ia sebut hanya berfungsi sebagai rubber stamp alias stempel formalitas kepala daerah. “Inspektorat harusnya jadi pengawas internal yang kuat. Tapi kenyataannya sering diisi oleh orang-orang dekat kekuasaan, jadi ya kita maklum kalau mereka tak berani bertindak tegas,” tutupnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA