Referensinews
Pelatihan Aparatur Pemerintah Desa dalam Bidang Manajemen Pemerintahan Desa Tahun 2019 yang bertajuk BERKAH terus menjadi bahan polemik. Meskipun kontroversial, anggaran kegiatan ini tetap dibebankan kepada 199 Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Musirawas. Pungutan sebesar Rp2 juta per desa untuk kegiatan PAPD-DBMPD dengan label BERKAH (Bersatu Kita Hebat) dan Akrab Desa dinilai merugikan keuangan desa, khususnya di 26 desa yang sudah merasakan dampaknya.
Sementara itu, 6 kecamatan lainnya yang memiliki 173 desa juga sedang menunggu giliran kerugian yang harus ditanggung pada setiap awal bulan. Keberadaan pungutan ini membuat banyak Kades merasa “tercekik” dan terpaksa merogoh dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) mereka, meskipun setiap pengeluaran harus dipertanggungjawabkan melalui Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang sesuai.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Alexander, membantah jika pihaknya memberikan instruksi langsung untuk pungutan sebesar Rp2 juta kepada Kades. Namun, DPMD menyarankan tiga opsi kepada Kades terkait penyelenggaraan kegiatan BERKAH tersebut.
“Sebetulnya, pungutan ini tetap berlanjut karena anggarannya sudah dimasukkan dalam APBDes. Kami memberikan tiga opsi kepada Kades untuk mengatur pelaksanaannya,” ujar Alexander.
Dijelaskan lebih lanjut, kegiatan dengan jargon BERKAH tersebut hanya sebagai label. Dana yang digunakan, kata Alexander, bersifat “Sharing Cost”, yang artinya terdapat anggaran dari APBD dan Alokasi Dana Desa (ADD), namun bukan dari Dana Desa (DD). Anggaran dari Dinas digunakan untuk honorarium MC, narasumber, SPPD, dan konsumsi VIP, sementara dana dari APBDes digunakan untuk peserta yang hadir dari desa.
Menurut Alexander, dalam APBDes terdapat dana konsolidasi sebesar Rp7 juta, dengan plafon anggaran untuk kegiatan BERKAH sebesar Rp2 juta dan Akrab Desa sebesar Rp5 juta. Secara aturan, pengeluaran ini diperbolehkan karena sudah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) dan APBDes. Dengan demikian, penggunaan dana ini dianggap sah karena telah dianggarkan dan harus dibelanjakan sesuai aturan yang berlaku.
Terkait dengan opsi SPJ yang ditawarkan DPMD, Alexander memaparkan tiga alternatif bagi Kades. Pertama, Kades dapat membayar kontribusi kepada panitia yang akan membuatkan SPJ-nya. Kedua, untuk konsumsi dan transportasi, desa diperbolehkan mengatur sendiri asalkan rincian SPJ sesuai dengan pengeluaran yang dilakukan. Ketiga, jika ada desa yang menolak pungutan, peserta dapat membawa konsumsi sendiri, seperti nasi bungkusan (Nasi Bontot).
“Silakan saja jika tidak mau bayar, namun jika sudah diatur dalam Perbup dan APBDes, anggaran harus dibelanjakan,” tegas Alexander.
Penting untuk dicatat, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa setiap desa harus melaksanakan sosialisasi yang jelas agar memudahkan implementasi Undang-Undang Desa. Selain itu, disebutkan pula bahwa setiap warga desa memiliki tanggung jawab untuk memastikan agar dana yang diberikan kepada desa dapat digunakan secara maksimal demi kesejahteraan masyarakat.
Jika dihitung, total anggaran yang dikeluarkan untuk kegiatan BERKAH dan Akrab Desa mencapai Rp1,4 miliar. Namun, hingga kini, azas dan manfaat kedua kegiatan ini untuk kesejahteraan masyarakat desa masih diragukan, mengingat anggaran besar yang dikeluarkan tanpa kejelasan dampak langsung bagi kemakmuran warga desa. (RN)
Tidak ada komentar