“Penyimpangan Anggaran Perjalanan Dinas di Setda Musi Rawas: Kelebihan Bayar dan Kurangnya Pengawasan”

waktu baca 2 menit
Sabtu, 31 Agu 2019 02:31 8 referensi

Referensinews – Pada tahun anggaran 2018, ditemukan bukti bahwa pertanggungjawaban biaya transportasi perjalanan dinas di Bagian Protokol Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Musi Rawas dinyatakan tidak lengkap. Hal ini menimbulkan keprihatinan karena adanya indikasi ketidaksesuaian dalam penggunaan anggaran negara.

Kepala Bagian Protokol Setda Kabupaten Musi Rawas, Hendra Jaya, sulit untuk ditemui. Ia sering tidak berada di tempat dengan alasan mengikuti rapat atau Dinas Luar (DL). Sabtu (31/8), upaya konfirmasi terkait hal ini masih menemui jalan buntu.

Dari data yang dihimpun, ditemukan adanya kelebihan pembayaran uang penginapan (hotel) sebesar 30 persen dan kesalahan administrasi yang menyebabkan pembayaran berlebihan pada biaya transportasi. Temuan ini jelas bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Peraturan Bupati Musirawas Nomor 65 Tahun 2017, serta tidak mengacu pada Pedoman Perjalanan Dinas yang berlaku.

Kondisi ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari Sekretaris Daerah (SEKDA) Musirawas terhadap satuan kerjanya, serta kurangnya ketelitian dalam memverifikasi kelengkapan dan keabsahan bukti-bukti pertanggungjawaban. Diketahui, total anggaran perjalanan dinas pada Bagian Protokol Setda Musirawas pada tahun 2018 mencapai sekitar 2 milyar rupiah.

Taufik Gonda, pengamat anggaran dan kebijakan pemerintah wilayah MLM, menyatakan bahwa temuan tersebut sudah tidak mengejutkan lagi. “Kita maklum saja, karena anggaran perjalanan dinas ini dari dahulu rentan untuk diselewengkan dan terkadang menjadi modus bancakan,” ujarnya.

Menurut Taufik, anggaran perjalanan dinas seringkali kurang mendapat perhatian serius dari masyarakat. Padahal, anggaran ini sangat rawan untuk diselewengkan. Berbagai modus penyelewengan yang sering terjadi antara lain pemotongan anggaran, penambahan hari perjalanan dinas (dengan menciptakan hari dinas fiktif), hingga perjalanan dinas fiktif itu sendiri (pegawai tercatat berangkat, namun tidak pernah berangkat).

“Seringkali, PPTK hanya menyodorkan laporan kepada pegawai atau staf yang berangkat untuk menandatangani dokumen laporan, dan staf atau pegawai tersebut menerima uang perjalanan dinas tanpa pernah berangkat,” tuturnya.

Kasus-kasus semacam ini memperlihatkan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan anggaran negara, agar anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik tidak jatuh ke tangan yang salah.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA